Selasa, 29 April 2014

The True Story About Hiking (With Philosophy)



Hiking, bisa dibilang itu salah satu hobi saya. Yaa, mungkin bagi sebagian orang ini adalah hobi yang muluk-muluk, hobinya anak2 kurang kerjaan. Tapi sabar dulu sokab, kalo dipahami bener-bener ternyata hiking ini banyak banget nilai moralnya, jadi ga cuma hobi jalan-jalan ngasal ke gunung gitu.  Kalo saya sendiri sih emang bukan hiker yang bener-bener fokus, itu karena lingkungan pendidikan yang ga mendukung, maklumlah anak-anak asrama na.
Dibilang hiker sejati mungkin saya masih belum kesitulah ya, karena waktu ane abis buat di asrama. Jadi saya lebih fokus buat jalan2 di tempat yang sedikit diminati paka hiker aja. Gunung Lamongan di Kabupaten Lumajang, camp di Gunung Bromo dengan berbagai bentuk (bivak, tenda, terpal, numpang mushalla warga, dll.), camp Ranupani, Kawah Ijen di Bondowoso, backpack Papuma di jember, dan yang paling saya banggakan….. ngedaki

Sabtu, 12 April 2014

UP/2013 XXI


BAB I
                                           PENDAHULUAN        
1.2      Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara agraris yang mempunyai potensi sumber daya alam, terutama dari hasil pertanian. Beberapa produk pertanian Indonesia dari sub sektor perkebunan berhasil mencapai pasar internasional. Pisang dan Kopi merupakan salah satu produk pertanian Indonesia yang sangat digemari oleh masyarakat internasional.
Indonesia merupakan Negara penghasil kopi terbesar ketiga di dunia setelah Brazil dan Vietnam. Produksi kopi Indonesia mencapai 748 ribu ton per tahun atau sekitar 6,6% dari produksi kopi dunia pada tahun 2012. Luas lahan perkebunan kopi di Indonesia mencapai 1,3 juta hektar (ha) dengan luas lahan perkebunan kopi robusta mencapai 1 juta ha dan luas lahan perkebunan kopi arabika mencapai 0,30 ha.  Hal tersebut disampaikan Menteri Perindustrian Mohamad S Hidayat ketika membuka Seminar dan Pameran Kopi Nusantara 2013 di Plasa Pameran Industri, Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa (25/6).
Saat ini, industri pengolahan kopi merupakan salah satu industri prioritas yang

Minggu, 06 April 2014

BAB IV
TEORI YANG DIGUNAKAN

Suatu program kebijakan pada dasarnya mempunyai tujuan utama yaitu untuk mensejahterakan rakyatnya. Sama halnya dengan apa yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yaitu “untuk memajukan kesejahteraan umum” yang juga merupakan tujuan dari dibentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai kegiatan pembangunan  baik di bidang ekonomi, sosial, budaya, agama, pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya. Tentu saja segala bentuk kegiatan yang berkaitan dengan pemerintahan seperti pembangunan tidak secara otodidak dapat dilaksanakan, namun juga diperlukan adanya suatu konsep atau perencanaan dan penetapan keputusan bersama yang disetujui oleh para pemangku jabatan yang berwenang di bidangnya masing-masing. Hasil keputusan bersama menyangkut kegiatan pemerintahan  yang akan dilakukan tersebut biasa disebut dengan kebijakan[16].
Kebijakan dan pembangunan merupakan dua hal yang saling terkait. Dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan peningkatan kualitas kesejahteraan manusia, pembangunan merupakan salah satu bentuk implementasi suatu kebijakan. Sementara itu kebijakan yang berorientasi pada pembangunan memberikan pedoman bagi pengimplementasian tujuan-tujuan pembangunan ke dalam berbagai program dan kegiatan.
Badan Litbang merupakan salah satu pelaksana kebijakan pembangunan dalam bidang pertanian. Atas dasar tersebut Badan Litbang terus melakukan peningkatan kualitas dan produktivitas pertanian dalam mendukung pelaksanaan kebijakan pembangunan di Indonesia. Salah satu misi Badan Litbang adalah pemasyarakatan teknologi pertanian melalui pelaksanaan program PRIMATANI.
Kabupaten Lumajang merupakan salah satu lokasi yang dipilih Badan Litbang untuk penerapan teknologi dan laboratorium lapangan pertanian. Keterlibatan Badan Litbang melalui program Primataninya bersifat sementara sehingga program ini hanya dilakukan dalam jangka waktu tertentu. Di Kabupaten Lumajang program ini dilaksanakan selama kurang lebih 6 tahun yang dimulai sejak tahun 2005 hingga tahun 2011. Selama pelaksanaan program PRIMATANI di Kabupaten Lumajang tepatnya di Kecamatan Pasrujambe banyak manfaat yang dapat diserap oleh masyarakat. Selama kurun waktu tersebut kesejahteraan serta kualitas masyarakat di Kecamatan Pasrujambe secara bertahap mengalami peningkatan, khususnya pada kemampuan berorganisasi masyarakat. Namun pada pelaksanaannya di lapangan masih ditemukan beberapa kendala yang menghambat pelaksanaan program tersebut.
Tertarik dengan fenomena tersebut, maka penulis melaksanakan penelitian terkait dengan evaluasi program PRIMATANI di Kecamatan Pasrujambe Kabupaten Lumajang untuk mengumpulkan informasi yang menyeluruh tentang pelaksanaan program tersebut. Oleh sebab itu, dalam bab ini akan dibahas lebih lanjut terkait teori beberapa ahli tentang evaluasi program pemberdayaan masyarakat.
4.1      Tinjauan Teori yang Relevan dengan Fenomena
4.1.1     Konsep Kebijakan Publik
Kebijakan publik adalah tindakan yang dibuat dan diimplementasikan oleh badan pemerintah yang memiliki kewenangan hukum, politis dan finansial untuk melakukannya[17]. Dalam definisi lain disebutkan kebijakan sebagai “a purposive course of action followed by an actor or set of actors in dealing with a problem or matter of concern”.[18]
Kebijakan publik dilihat dari perspektif instrumental, adalah alat untuk mencapai suatu tujuan yang berkaitan dengan upaya pemerintah mewujudkan nilai- nilai kepublikan (public values)[19]. Kebijakan publik secara garis besar dapat diartikan sebagai alat yang digunakan oleh pemerintah atau penguasa untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
Kebijakan publik adalah “serangkaian kegiatan yang mempunyai maksud /tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang aktor atau sekelompok aktor yang berhubungan dengan suatu permasalahan atau suatu hal yang diperhatikan”[20].
Jones mengemukakan sebelas aktivitas yang dilakukan oleh pemerintah dalam kaitannya dengan proses kebijakan yaitu: “Perception/Definition, Agregation, Organization, Representation, Agenda Setting, Formulation, Legitimation, Budgeting, Implementation, Evaluation, And Adjustment/Termination”. 
Selanjutnya menurut Dimock dan Dimock, dalam pelaksanaan kebijakan publik pada phase pertama yaitu menjabarkan kebijakan menjadi program-program operasional[21].
Program adalah suatu rencana yang melibatkan berbagai unit  yang berisi kebijakan dan rangkaian kegiatan yang harus dilakukan dalam kurun waktu tertentu. Program merupakan segala sesuatu yang dicoba lakukan seseorang dengan harapan akan mendatangkan hasil atau pengaruh (Joan L. Herman dan Cs, 1987, Evaluator’s Handsbook)[22].
Definisi lain yang diungkapkan oleh para ahli menggambarkan program sebagai sesuatu yang bersifat menyeluruh.
“A program can be difined as a comprehensive plan that includes future use of didderent resources in an integrated pattern an established a sequence of required actions and time schedules for each in order to achieve stated objectives. The make up of a program can include objectives, policies, procedures, methods, standards and budgets”. Maksudnya, bahwa program merupakan rencana yang bersifat komprehensif yang sudah menggambarkan sumber daya yang akan digunakan dan terpadu dalam satu kesatuan. Program tersebut menggambarkan sasaran, kebijakan, prosedur, metoda, standar, dan budget.[23]
Menurut Siagian suatu program harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1)    Sasaran yang hendak dicapai,
2)    Jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu
3)    Basarnya biaya yang diperlukan beserta sumbernya,
4)    Jenis-jenis kegiatan yang akan dilaksanakan, dan
5)    Tenaga kerja yang dibutuhkan baik ditinjau dari segi jumlahnya maupun dilihat dari sudut kualifikasi serta keahlian dan keterampilan yang diperlukan.
Zwick mengungkapkan bahwa program dapat dikelompokkan secara berjenjang ke dalam: “Program categories, Program sub-categories, Program elements”. Program categories merupakan suatu program struktur yang menggambarkan kerangka dasar yang mempertimbangkan pemecahan masalah-masalah utama dari tujuan/ sasaran dan skala prioritas operasinya. Adapun program sub-categories merupakan pengelompokan dari program elements yang menghasilkan output yang hampir sama atau serupa. Suatu program elements mencakup kegiatan-kegiatan unit administrative yang secara lengsung dikembangkan dengan output nyata atau sekelompok output yang saling berkaitan[24].

4.1.2     Konsep Evaluasi Kebijakan
Melanjutkan yang diungkapkan oleh Dimock dan Dimock, phase terakhir setelah pelaksanaan kebijakan publik maka dilakukan penilaian atau evaluasi, dengan maksud untuk memperoleh masukan yang tepat tentang apa yang terjadi dengan apa yang diharapkan (Das Solen dengan Das Sein). Sehingga pelaksanaan suatu kebijakan tidak terlepas dari evaluasi. Evaluasi digunakan untuk mencari informasi secara mendetail tentang pelaksanaan suatu kebijakan, untuk menemukan suatu kendala atau untuk menentukan keputusan tahap selanjutnya. Atas dasar hal tersebut evaluasi menjadi sangat penting untuk dilakukan guna mengetahui sejauh mana pengaruh suatu kebijakan umumnya terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat dan khususnya terhadap pencapaian tujuan kebijakan tersebut.
Evaluasi kebijakan adalah suatu unit atau kesatuan kegiatan yang bertujuan mengumpulkan informasi tentang  realisasi atau implementasi dari suatu kebijakan, berlangsung dalam proses yang berkesinambungan, dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang guna pengambilan keputusan.
Maclcolm, Provus, pencetus Discrepancy Evaluation (1971), mendefinisikan evaluasi sebagai perbedaan apa yang ada dengan suatu standar untuk mengetahui apakah ada selisih.[25] Selanjutnya diungkapkan pada Joint Comitte (1981) bahwa Evaluasi adalah penelitian yang sistematik atau yang teratur tentang manfaat atau guna beberapa objek.[26]
Evaluasi merupakan kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan.
Beberapa pendekatan dalam evaluasi (Stecher, Brian M & W. Alan Davis, 1987)[27].
1)    Pendekatan Eksperimental
Merupakan evaluasi yang berorientasi pada penggunaan experimental science dalam program evaluasi. Berasal dari kontrol ekasperimen yang biasanya dilakukan dalam penelitian akademik. Evaluator yang menggunakan pendekatan eksperimental melakukan evaluasi seperti seorang ilmuan yang melakukan penelitian.
2)    Pendekatan yang Berorientasi pada Tujuan (Goal Oriented Approach)
Pada pendekatan ini evaluasi dilakukan dengan merumuskan tujuan umum dan tujuan khusus untuk mencapai tujuannya. Jadi  pendekatan goal oriented menggunakan tujuan program sebagai kriteria untuk menentukan keberhasilan. Pendekatan seperti ini merupakan pendekatan yang  amat wajar dan praktis untuk desain dan pengembangan program[28].
3)    Pendekatan yang Berfokus pada Keputusan (The Decision Focused Approach)
Menekankan pada peranan informasi yang sistematik untuk mengelola program dalam menjalankan tugasnya. Informasi akan sangat berguna apabila dapat membantu para pengelola program membuat keputusan.
4)    Pendekatan yang Berorientasi pada Pemakai (The User Oriented Approach)
Pendekatan ini menempatkan pemakai informasi yang potensial sebagai tujuan utama. Evaluator dalam hal ini mencoba melibatkan orang-orang penting ke dalam proses evaluasi, sehingga mereka akan merasa tidak asing lagi terhadap informasi atau hasil evaluasi apabila disosorkan kepada mereka, karena itu juga merupakan hasil kerja mereka. Kurang ditekankan pada laporan akhir dan lebih banyak melibatkan dan berkomunikasi dengan erat dengan para pemegang kunci keputusan.
5)    Pendekatan yang Responsif (Responsive Approach)
Merupakan pendekatan yang berbeda dengan empat pendekatan sebelumnya dilihat dari perspektif dalam usulan evaluasi dan metode pencapaiannya. Evaluasi ini mencari pengertian suatu isu dari berbagai sudut pandang dari semua orang yang terlibat, yang berminat, dan yang berkepentingan dengan program. Evaluator juga mengadopsi pendekatan yang bermacam-macam dalam penelitiannya dan dalam masalah mencari tahu dinamika organisasi. Ciri-cirinya adalah evaluasi responsif merupaka penelitian yang kualitatif, naturalistik, bukan kuantitatif.
6)    Goal Free Evaluation
Penjelasannya sebagai berikut, terkadang evaluator hanya berfokus pada tujuan program dalam melakukan evaluasi. Pada kenyataanya, tujuan suatu program terkadang hanya merupakan formalitas dan jarang menunjukkan tujuan yang sebenarnya, atau tujuan berubah. Scriven percaya bahwa fungsi evalusi bebas tujuan adalah untuk mengurangi bias dan menambah objektivitas.
4.1.2.1   Konsep dalam Evaluasi
Ada beberapa konsep dalam evaluasi seperti yang diungkapkan oleh Farida Yusuf. Konsep tersebut adalah evaluasi formatif dan evaluasi sumatif serta evaluasi internal dan evaluasi eksternal. Untuk penjelasannya adalah sebagai berikut[29].
1.    Evaluasi Formatif dan Sumatif
Evaluasi formatif merupakan evaluasi yang dilakukan selama program berjalan untuk memberikan informasi yang berguna untuk perbaikan program. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan pada akhir program untuk memberi informasi kepada konsumen yang potensial tentang manfaat atau kegunaan program.
Evaluasi formatif mengarah kepada keputusan tentang perkembangan program termasuk perbaikan, revisi, dan semacam itu. Sedang evaluasi sumatif mengarah ke arah keputusan tentang kelanjutan program, berhenti atau program diteruskan, pengadopsian dan selanjutnya.
2.    Evaluasi Interntal dan Evaluasi Eksternal
berdasarkan namanya dapat dibedakan bahwa evaluasi internal dikakukan evaluator dari dalam program, dan evaluasi eksternal dilakuakn evaluator dari luar program.
Tabel berikut menyajikan perbedaan antara evaluasi formatif dan evaluasi sumatif serta hubungannya denga evaluasi internal dan eksternal.

Berdasarkan konsep evaluasi tersebut diatas, maka dalam penelitian ini menggunakan konsep evaluasi sumatif dan evaluasi eksternal. Hal ini dikarenakan evaluasi yang dilakukan oleh penulis dilakukan setelah program berakhir, dan penulis merupakan evaluator dari luar program. Model evaluasi yang digunakan adalah model Evaluasi CIPP (Context, Input, Process, Product).
4.1.2.2      Model Evaluasi CIPP (Context, Input, Process, Product)
Model Evaluasi CIPP diperkenalkan oleh Daniel Stufflebeam, seorang ahli yang mengusulkan pendekatan yang berorientasi kepada pemegang keputusan. Penulis memilih model ini karena bersifat lebih komprehensif dibandingkan dengan model evaluasi lainnya. Berikut ini adalah pembahasan tentang komponen yang disebut CIPP[30].
1)    Context Evaluation to Serve Planning Decission.
Konteks evaluasi ini membantu merencanakan keputusan, menentukan kebutuhan yang akan dicapai oleh program, dan merumuskan tujuan program. Lebih luas Suharsimi Arikunto dan Cepi Safrudin menjelaskan bahwa, evaluasi konteks adalah upaya untuk menggambarkan dan merinci lingkungan kebutuhan yang tidak terpenuhi, populasi dan sampel yang dilayani, dan tujuan proyek[31].
2)    Input Evaluation, Structuring Decision
Evaluasi ini menolong mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai kebutuhan. Bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya. Jadi evaluasi ini mempertimbangkan kemampuan atau kondisi awal institusi untuk melaksanakan sebuah program.
Kondisi awal yang dimaksud meliputi latar belakang pelaksana program dalam hal ini adalah penyuluh dan pembina kelompok tani, minat petani sebagai objek daari program PRIMATANI dan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung program.


3)    Process Evaluation, to serve implementing decision
Evaluasi proses untuk membantu mengimplementasikan keputusan. Sampai sejauh mana rencana telah diterapkan? Apa yang harus direvisi? Dengan begitu prosedur dapat dimonitor, dikontrol, dan diperbaiki. Dalam evaluasi ini akan mencoba melihat apakah pelaksanaan program PRIMATANI telah sesuai dengan rencana atau belum.
4)    Product Evaluation, to serve recycling decision
Evaluasi produk bertujuan untuk melihat apakah hasil pelaksanaan program telah sesuai dengan apa yang diharapkan atau belum. Hasil yang dimaksud dapat berupa hasil secara kuantitatif, kualitatif serta pengaruhnya terhadap kesejahteraan masyarakat.
Telah diungkapkan diatas bahwa penulis memilih model ini karena dirasa sesuai dengan informasi apa yang ingin diperoleh oleh penulis. Dengan model evaluasi CIPP maka informasi yang diperoleh diharapkan dapat bersifata menyeluruh. Tabel berikut memaparkan prosedur pengumpulan data kualitatif yang digunakan selama proses evaluasi.

4.1.2.3      Konsep Pertanian
Pertanian merupakan kebudayaan yang pertama kali dikembangkan manusia sebagai respons terhadap tantangan kelangsungan hidup yang berangsur menjadi sukar karena semakin menipisnya sumber pangan di alam bebas akibat laju pertumbuhan menusia[32].
Sedangkan yang dimaksud dengan ilmu pertanian
adalah kelompok ilmu pengetahuan terapan yang mempelajari segala aspek biologis, sosiobudaya dan bisnis yang berkaitan dengan kegiatan usaha manusia dalam rangka meningkatkan pemanfaatan kekayaan alam hayati melalui proses produksi atau usaha ekstraksi selektif, untuk memenuhi perkembangan kebutuhan manusia dengan memperhatikan keseimbangan ekologi dan kelestarian produktivitas alam[33].
Tujuan utama dari pertanian pada umumnya adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia akan pangan. Kegiatan pertanian ini meliputi kegiatan pembudidayaan tanam dan ternak, baik yang berkaitan dengan aspek fisik, ekonomi dan kelembagaan sosial kelembagaan yang berhubungan dengan pemecahan masalah-masalah pertanian dalam arti luas[34].
Untuk memenuhi kebutuhan manusia akan pangan yang semakin meningkat, maka kegiatan pertanian harus dilakukan secara berkelanjutan. Pertanian berkelanjutan merupakan pertanian yang dapat mengarahkan pemanfaatan oleh manusia lebih besar, efisiensi penggunaan sumberdaya lahan lebih besar dan seimbang dengan lingkungan, baik dengan manusia maupun dengan hewan.  Selanjutnya Dumenski (1994) menyatakan bahwa pengelolaan berkelanjutan akan memperhatikan dan memadukan teknologi yang mencakup empat pilar utama[35], yaitu:
a.    Melindungi lingkungan,
b.    Secara ekonomi sangat produktif dan layak,
c.    Secara sosial diterima, dan
d.    Mengurangi resiko
Kegiatan atau aktivitas pemenuhan akan kebutuhan pangan tidak cukup hanya dilakukan dengan usaha pertanian, namun lebih luas meliputi kegiatan yang disebut dengan agribisnis. Menurut Tjakrawerdaya (1996) “agribisnis secara umum mengandung pengertian sebagai keseluruhan operasi yang terkait dengan aktivitas untuk menghasilkan dan mendistribusikan input produksi, aktivitas untuk produksi usaha tani, untuk pengolahan dan pemasaran”[36].
Atas dasar acuan pengertian seperti ini maka aktivitas agribisnis tidak hanya berorientasi pada produksi sebagaimana pertanian tradisional. Kegiatan agribisnis tidak hanya meliputi konteks pemenuhan kebutuhan, tetapi juga dalam rangka memperoleh nilai tambah yang lebih besar sehingga kegiatan yang meliputi agroindustri dan pemasaran menjadi sangat penting.
Subsistem agribisnis seperti yang diungkapkan oleh Wibowo (1994) meliputi[37]:
1.    Subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi, teknologi dan pengembangan sumberdaya pertanian,
2.    Subsistem produksi pertanian atau usaha tani,
3.    Subsistem pengolahan hasil-hasil pertanian atau agroindustri,
4.    Subsistem pemasaran hasil-hasil pertanian
Penggunaan teknologi pertanian dan pengembangan sumberdaya pertanian merupakan salah satu fokus utama yang sedang dikembangkan di Indonesia.


4.1.2.4      Konsep Program PRIMATANI
4.1.2.4.1     Makna Program PRIMATANI
Program Rintisan Akselerasi Pemasyarakatan Teknologi Pertanian atau yang disebut dengan PRIMATANI merupakan suatu program yang digerakkan oleh Badan Litbang Pertanian. Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan berarti terobosan pembuka, pelopor atau inisiatif, penyampaian dan penerapan inovasi kepada dan oleh masyarakat luas.
Pertama, PRIMATANI haruslah dipandang sebagai langkah inisiatif Badan Litbang Pertanian untuk mengatasi masalah kebuntuan atau kelambanan dalam penerapan inovasi teknologi yang dihasilkan secara luas oleh masyarakat pertanian sekaligus memperpendek waktu (lag period) yang dibutuhkan mulai dari penciptaan inovasi teknologi sampai pada penerapan oleh pengguna. Kedua, PRIMATANI hanyalah tindakan pembuka atau pelopor. Ini berarti bahwa keterlibatan Badan Litbang hanyalah sementara waktu. Pembinaan PRIMATANI haruslah sesegera ungin dilepaskan kepada masyarakat dan pemerintah setempat. Dengan demikian, pengembangan PRIMATANI dilaksanakan dengan prinsip ”bangun, operasikan, dan serahan (BOS) / build, operate, and transfer (BOT)[38].
Program PRIMATANI diharapkan dapat mempercepat adopsi teknologi pertanian diseluruh Indonesia. Atas dasar ini Badan Litbang menetapkan beberapa wilayah yang menjadi fokus binaan untuk adopsi teknologi yang dikembangkan. Jadi tidak semua wlayah di Indonesia mendapat binaan dari Badan Litbang, namun ada wilayah-wilayah tertentu sesuai dengan kriteria yang menjadi fokus serta laboratorium lapangan bagi Badan Litbang.
Program PRIMATANI sendiri menganut paradigma Research for Development atau penelitian untuk pembangunan. Sebelumnya PRIMATANI menganut paradigma Research and Development yang dapat diartikan penelitian dan pembangunan. Dengan paradigma baru ini orientasi kerja Badan Litbang adalah menghasilkan inovasi teknologi untuk digunakan sebagai mesin penggerak pembangunan di bidang pertanian.
4.1.2.4.2     Strategi Program PRIMATANI
Dipandang dari segi pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan, PRIMATANI merupakan wahana untuk pelaksanaan penelitian dan pengembangan partisipatif dalam rangka mewujudkan penelitian dan pengembangan berorientasi konsumen/pengguna (consumer oriented reasearch and development). Dilihat dari segi pelaksanaan kegiatan diseminasi, PRIMATANI merupakan wahana untuk menghubungkan secara langsung Badan Litbang Pertanian sebagai penyedia teknologi secara komersial maupun lembaga-lembaga pelayanan penunjang pembangunan sehinga adopsi teknologi yang dihasilkan Badan Libang Pertanian, setidaknya dalam tahapan rintisan atau percontohan. Rintisan atau percontohan ersebut diharapkan akan menjadi titik awal difusi masal teknologi inovatif yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian[39].
Strategi yang digunakan PRIMATANI menurut Paulus C. Paat dan Arnold C. Turang adalah sebagai berikut.
a.    Menerapkan teknologi inovatif tepat guna melalui penelitian dan pengembangan partisipatif (Participatory Research and Development) berdasarkan paradigma Penelitian untuk Pembangunan.
b.    Membangun model percontohan sistem dan usaha agribisnis progresif berbasis teknologi inovatif dengan mengintegrasikan sistem inovasi dengan sistem agribisnis.
c.    Mendorong proses difusi dan replikasi model percontohan teknologi inovatif melalui ekspose dan demonstrasi lapang, diseminasi informasi, advokasi serta fasilitasi.
d.    Basis pengembangan dilaksanakan berdasarkan wilayah agroekosistem dan kondisi sosial ekonomi setempat.
Keempat strategi tersebut mempunyai maksud bahwa program PRIMATANI berfungsi sebagai “pancingan” untuk daerah-daerah yang menjadi binaannya sehingga program yang diterapkan dapat diadopsi dan dikembangkan secara mandiri oleh masyarakat.
4.1.2.4.3     Tujuan Program PRIMATANI
Tujuan utama PRIMATANI adalah untuk mempercepat waktu, meningkatkan kadar, dan memperluas prevalensi adopsi teknologi inovatif yang dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian serta untuk memperoleh umpan balik mengenai karakteristik teknologi tepat guna spesifik pengguna dan lokasi, yang merupakan informasi esensial dalam rangka mewujudkan peneliatian dan pengembangan berorientasi kebutuhan pengguna. Dengan perkataan lain, PRIMATANI dirancang berfungsi ganda , sebagai modus diseminasi dan sekaligus sebagai laboratorium lapang penelitian dan pengembangan Badan Litbang Pertanian dengan tujuan[40]:
a.    PRIMATANI sebagai modus diseminasi hasil-hasil penelitian dan pengembangan :
1)      Merancang serta memfasilitasi penumbuhan dan pembinaan percontohan sistem dan usaha agribisnis berbasis pengetahuan dan teknologi inovatif .
2)      Membangun pengadaan sistem teknologi dasar (antara lain benih dasar, prototipe alat/mesin pertanian, usaha pasca panen skala komersial) secara luas dan desentralistik.
3)      Menyediakan informasi, konsultasi dan sekolah lapang untuk pemecahan masaalah melalui penerapan inovasi pertanian bagi praktisi agribisnis.
4)      Memfasilitasi dan meningkatkan kemampuan masyarakat dan pemerintah setempat untuk melanjutkan pengembangan pembinaan percontohan sistem dan usaha agribisnis berbasis pengetahuan dan teknologi mutakhir secara mandiri.


b.    PRIMATANI sebagai laboratorium lapang penelitian dan pengembangan pertanian :
1)     Melaksanakan kaji terap untuk mengevaluasi dan menyempurnakan kinerja komersial teknologi sumber yang telah dihasilkan Badan Litbang Pertanian.
2)     Melaksanakan penelitian untuk pengembangan teknologi tepat guna secara partisipatif, bersama-sama dengan para sasaran pengguna langsung teknologi tersebut.
3)     Mengungkapkan preferensi dan perilaku konsumen teknologi sebagai dasar dalam merancang arsiktektur teknologi tepat guna untuk dijadikan sebagai sasaran penelitian dan pengembangan

4.2      Tinjauan Normatif yang Relevan Dengan Fenomena
Sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 alinea ke empat bahwa:
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial
Jelas dikatakan bahwa salah satu tujuan dibentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, bahwa warga negara dikatakan sejahtera apabila salah satunya adalah dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri.
Pemberdayaan masyarakat melalui program PRIMATANI merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan kemampuan masyarakat sehingga dapat menjalankan fungsi sosialnya. Pemberdayaan masyarakat sesuai dengan konsideran Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah merupakan salah satu metode percepatan terwujudnya kesejahteraan masyarakat yang harus dilakukan dan didukung oleh pemerintah daerah.
bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia
Kabupaten Lumajang sebagai daerah otonom mempunyai kewajiban untuk melaksanakan program pemberdayaan sesuai dengan yang diungkapkan diatas. Program PRIMATANI sendiri merupakan salah satu program lanjutan Kementerian Pertanian seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 16/Permentan/OT.140/2/2008 tentang Pedoman Umum Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP).
Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2012 tentang Pembiayaan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang berbubyi:

Pasal 5
Kegiatan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang dibiayai meliputi:
a.    perencanaan dan penetapan;
b.    pengembangan;
c.    penelitian;
d.    pemanfaatan;
e.    pembinaan;
f.     pengendalian;
g.    pengawasan;
h.    sistem informasi; dan
i.      perlindungan dan pemberdayaan Petani
Maka Program PRIMATANI dapat dikategorikan sebagai kegiatan perlindungan lahan pertanian, karena konsep dari program PRIMATANI meliputi berbagai kegiatan seperti yang diungkapkan dalam pasal 5 (lima) diatas. Dengan demikian maka pembiayaan program ini dibebankan kepada pemerintah, pemerintah Provinsi, dan pemerintah Kabupaten/ Kota. Hal ini seirama dengan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 50/ Permentan/CT.140/8/2012 tentang Pengembangan Kawasan Pertanian, bahwa biaya yang digunakan untuk program pengembangan kawasan pertanian berasal dari pemerintah melalui dana APBN, APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota. Dana dari pemerintah bersifat trigger (pengungkit) yang diharapkan dikembangkan oleh masyarakat dan dunia usaha.
Program PRIMATANI merupakan program yang secara teknis dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian melalui Badan Litbang, dan Pemerintah Provinsi serta Kabupaten/ Kota sebagai pendukung. Sehingga secara teknis pelaksanaan program ini diatur melalui Peraturan Menteri Pertanian. Kabupaten Lumajang belum mengeluarkan peraturan yang mengatur secara teknis baik pembiayaan maupun pola pembinaannya.





[16] Dapat dilihat pada Laporan Akhir Vidia Prayuasmi, “Pelaksanaan Kebijakan Gerakan Membangun Masyarakat Sehat Siaga Dalam Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat Di Kelurahan Jogoyudan Kecamatan Lumajang Kabupaten Lumajang Provinsi Jawa Timur” (2013) h. 79.
[17] Edi Suharto, Analisis Kebijakan Publik (Cet. III; Bandung: Alfabeta, 2006), h. 44.
[18] Ibid.
[19] Erwan Agus Purwanto, Ph.D & Dyah Ratih Sulistyastuti, M.Si, Implementasi Kebijakan Publik: Konsep dan Aplikasinya di Indonesia  (Cet. I; Yogyakarta: Gavamedia, 2012), h. 64.
[20] Leo Agustino, Dasar-dasar Kebijakan Publik (Cet. I; Bandung: Alfabeta, 2008) h. 7.
[21] H. Tachjan, Implementasi Kebijakan Publik (Cet. II; Bandung: AIPI dan Puslit KP2W, 2008) h. 28.
[22] Farida Yusuf, op. cit., h. 9.
[23] Terry dalam H. Tachjan, op. cit., h. 31-32.
[24] Ibid., h. 34.
[25] Farida Yusuf, op. cit., h. 3.
[26] Ibid., h. 4.
[27] Ibid., h. 22-35.
[28] Untuk lebih detailnya baca Popham (1975-1981)
[29] Farida Yusuf , op. cit., h. 36-40.
[30] Farida Yusuf, op. cit., h. 36-40.
[31] Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin, Evaluasi Program Pendidikan: Pedoman Teoritis Praktis Bagi Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan (Cet. V; Jakarta: Bumi Aksara, 2014) h. 46.
[32] Tati Nurmala, dkk, Pengantar Ilmu Pertanian (Cet. I; Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012) h. 1.
[33] Ibid., h.2.
[34] Ibid., h. 16.
[35] Ibid., h. 29.
[36] Renville Siagian, Pengatar Manajemen Agribisnis  (Cet. IV; Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2009) h. 1.
[37] Tati Nurmala, opcit., h. 144.
[38]  Paulus C. Paat dan Arnold C. TurangPRIMATANI Membangun Sistem Agribisnis Dari Hulu Ke Hilir “, h. 2.
[39] Ibid., h. 3.
[40] Ibid., h. 12.