BAB IV
TEORI YANG DIGUNAKAN
Suatu program kebijakan pada dasarnya mempunyai tujuan
utama yaitu untuk mensejahterakan rakyatnya. Sama
halnya dengan apa yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945
yaitu “untuk memajukan kesejahteraan umum” yang
juga merupakan tujuan dari dibentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, pemerintah Indonesia telah melakukan
berbagai kegiatan pembangunan baik di
bidang ekonomi, sosial, budaya, agama, pendidikan, kesehatan dan lain
sebagainya. Tentu saja segala bentuk kegiatan yang berkaitan dengan
pemerintahan seperti pembangunan tidak secara otodidak dapat dilaksanakan,
namun juga diperlukan adanya suatu konsep atau perencanaan dan penetapan
keputusan bersama yang disetujui oleh para pemangku jabatan yang berwenang di
bidangnya masing-masing. Hasil keputusan bersama menyangkut kegiatan
pemerintahan yang akan dilakukan
tersebut biasa disebut dengan kebijakan.
Kebijakan dan pembangunan merupakan dua hal yang saling
terkait. Dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan peningkatan kualitas
kesejahteraan manusia, pembangunan merupakan salah satu bentuk implementasi
suatu kebijakan. Sementara itu kebijakan yang berorientasi pada pembangunan
memberikan pedoman bagi pengimplementasian tujuan-tujuan pembangunan ke dalam
berbagai program dan kegiatan.
Badan Litbang merupakan salah satu pelaksana kebijakan
pembangunan dalam bidang pertanian. Atas dasar tersebut Badan Litbang terus
melakukan peningkatan kualitas dan produktivitas pertanian dalam mendukung
pelaksanaan kebijakan pembangunan di Indonesia. Salah satu misi Badan Litbang
adalah pemasyarakatan teknologi pertanian melalui pelaksanaan program PRIMATANI.
Kabupaten Lumajang merupakan salah satu lokasi yang
dipilih Badan Litbang untuk penerapan teknologi dan laboratorium lapangan
pertanian. Keterlibatan Badan Litbang melalui program Primataninya bersifat
sementara sehingga program ini hanya dilakukan dalam jangka waktu tertentu. Di
Kabupaten Lumajang program ini dilaksanakan selama kurang lebih 6 tahun yang
dimulai sejak tahun 2005 hingga tahun 2011. Selama pelaksanaan program PRIMATANI
di Kabupaten Lumajang tepatnya di Kecamatan Pasrujambe banyak manfaat yang
dapat diserap oleh masyarakat. Selama kurun waktu tersebut kesejahteraan serta
kualitas masyarakat di Kecamatan Pasrujambe secara bertahap mengalami
peningkatan, khususnya pada kemampuan berorganisasi masyarakat. Namun pada
pelaksanaannya di lapangan masih ditemukan beberapa kendala yang menghambat
pelaksanaan program tersebut.
Tertarik dengan fenomena tersebut, maka penulis melaksanakan penelitian
terkait dengan evaluasi program PRIMATANI di Kecamatan Pasrujambe Kabupaten
Lumajang untuk mengumpulkan informasi yang menyeluruh tentang pelaksanaan
program tersebut. Oleh sebab itu, dalam bab ini akan dibahas lebih lanjut
terkait teori beberapa ahli tentang evaluasi program pemberdayaan masyarakat.
4.1
Tinjauan Teori yang Relevan dengan Fenomena
4.1.1
Konsep Kebijakan Publik
Kebijakan publik adalah tindakan yang dibuat dan
diimplementasikan oleh badan pemerintah yang memiliki kewenangan hukum, politis
dan finansial untuk melakukannya.
Dalam definisi lain disebutkan kebijakan sebagai “a purposive course of action followed by an actor or set of actors in
dealing with a problem or matter of concern”.
Kebijakan publik dilihat dari perspektif instrumental,
adalah alat untuk mencapai suatu tujuan yang berkaitan dengan upaya pemerintah
mewujudkan nilai- nilai kepublikan (public
values). Kebijakan publik secara
garis besar dapat diartikan sebagai alat yang digunakan oleh pemerintah atau
penguasa untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
Kebijakan publik adalah “serangkaian kegiatan yang
mempunyai maksud /tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang
aktor atau sekelompok aktor yang berhubungan dengan suatu permasalahan atau
suatu hal yang diperhatikan”.
Jones mengemukakan sebelas aktivitas yang dilakukan oleh
pemerintah dalam kaitannya dengan proses kebijakan yaitu: “Perception/Definition, Agregation, Organization, Representation,
Agenda Setting, Formulation, Legitimation, Budgeting, Implementation, Evaluation,
And Adjustment/Termination”.
Selanjutnya menurut Dimock dan Dimock, dalam pelaksanaan
kebijakan publik pada phase pertama yaitu menjabarkan kebijakan menjadi
program-program operasional.
Program
adalah suatu rencana yang melibatkan berbagai unit yang berisi
kebijakan dan rangkaian kegiatan yang harus dilakukan dalam kurun waktu
tertentu. Program merupakan
segala sesuatu yang dicoba lakukan seseorang dengan harapan akan mendatangkan
hasil atau pengaruh (Joan L. Herman dan Cs, 1987, Evaluator’s Handsbook).
Definisi lain yang diungkapkan oleh para ahli
menggambarkan program sebagai sesuatu yang bersifat menyeluruh.
“A program can be difined as a
comprehensive plan that includes future use of didderent resources in an
integrated pattern an established a sequence of required actions and time
schedules for each in order to achieve stated objectives. The make up of a
program can include objectives, policies, procedures, methods, standards and
budgets”. Maksudnya, bahwa program
merupakan rencana yang bersifat komprehensif yang sudah menggambarkan sumber
daya yang akan digunakan dan terpadu dalam satu kesatuan. Program tersebut
menggambarkan sasaran, kebijakan, prosedur, metoda, standar, dan budget.
Menurut Siagian suatu program harus memiliki ciri-ciri sebagai
berikut.
1) Sasaran yang hendak dicapai,
2) Jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
pekerjaan tertentu
3) Basarnya biaya yang diperlukan beserta sumbernya,
4) Jenis-jenis kegiatan yang akan dilaksanakan, dan
5) Tenaga kerja yang dibutuhkan baik ditinjau dari segi
jumlahnya maupun dilihat dari sudut kualifikasi serta keahlian dan keterampilan
yang diperlukan.
Zwick mengungkapkan bahwa program dapat dikelompokkan
secara berjenjang ke dalam: “Program
categories, Program sub-categories, Program elements”. Program categories
merupakan suatu program struktur yang menggambarkan kerangka dasar yang
mempertimbangkan pemecahan masalah-masalah utama dari tujuan/ sasaran dan skala
prioritas operasinya. Adapun program
sub-categories merupakan pengelompokan dari program elements yang
menghasilkan output yang hampir sama atau serupa. Suatu program elements mencakup kegiatan-kegiatan unit administrative yang secara lengsung
dikembangkan dengan output nyata atau sekelompok output yang saling berkaitan.
4.1.2
Konsep Evaluasi Kebijakan
Melanjutkan yang diungkapkan oleh Dimock dan Dimock,
phase terakhir setelah pelaksanaan kebijakan publik maka dilakukan penilaian
atau evaluasi, dengan maksud untuk memperoleh masukan yang tepat tentang apa
yang terjadi dengan apa yang diharapkan (Das
Solen dengan Das Sein). Sehingga pelaksanaan suatu kebijakan
tidak terlepas dari evaluasi. Evaluasi digunakan untuk mencari informasi secara
mendetail tentang pelaksanaan suatu kebijakan,
untuk menemukan suatu kendala atau untuk menentukan keputusan tahap
selanjutnya. Atas dasar hal tersebut evaluasi menjadi sangat penting untuk
dilakukan guna mengetahui sejauh mana pengaruh suatu kebijakan umumnya terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat dan khususnya
terhadap pencapaian tujuan kebijakan
tersebut.
Evaluasi kebijakan adalah suatu unit atau kesatuan
kegiatan yang bertujuan mengumpulkan informasi tentang realisasi
atau implementasi dari suatu kebijakan, berlangsung dalam proses yang
berkesinambungan, dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok
orang guna pengambilan keputusan.
Maclcolm, Provus, pencetus Discrepancy Evaluation (1971), mendefinisikan evaluasi sebagai
perbedaan apa yang ada dengan suatu standar untuk mengetahui apakah ada selisih.
Selanjutnya diungkapkan pada Joint
Comitte (1981) bahwa Evaluasi adalah penelitian yang sistematik atau yang
teratur tentang manfaat atau guna beberapa objek.
Evaluasi merupakan kegiatan untuk mengumpulkan informasi
tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk
menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan.
Beberapa pendekatan dalam evaluasi (Stecher, Brian M
& W. Alan Davis, 1987).
1)
Pendekatan Eksperimental
Merupakan
evaluasi yang berorientasi pada penggunaan experimental
science dalam program evaluasi. Berasal dari kontrol ekasperimen yang
biasanya dilakukan dalam penelitian akademik. Evaluator yang menggunakan
pendekatan eksperimental melakukan evaluasi seperti seorang ilmuan yang
melakukan penelitian.
2)
Pendekatan yang Berorientasi pada Tujuan (Goal Oriented Approach)
Pada
pendekatan ini evaluasi dilakukan dengan merumuskan tujuan umum dan tujuan
khusus untuk mencapai tujuannya. Jadi
pendekatan goal oriented menggunakan
tujuan program sebagai kriteria untuk menentukan keberhasilan. Pendekatan
seperti ini merupakan pendekatan yang
amat wajar dan praktis untuk desain dan pengembangan program.
3)
Pendekatan yang Berfokus pada Keputusan (The Decision Focused Approach)
Menekankan
pada peranan informasi yang sistematik untuk mengelola program dalam
menjalankan tugasnya. Informasi akan sangat berguna apabila dapat membantu para
pengelola program membuat keputusan.
4)
Pendekatan yang Berorientasi pada Pemakai (The User Oriented Approach)
Pendekatan
ini menempatkan pemakai informasi yang potensial sebagai tujuan utama.
Evaluator dalam hal ini mencoba melibatkan orang-orang penting ke dalam proses
evaluasi, sehingga mereka akan merasa tidak asing lagi terhadap informasi atau
hasil evaluasi apabila disosorkan kepada mereka, karena itu juga merupakan
hasil kerja mereka. Kurang ditekankan pada laporan akhir dan lebih banyak
melibatkan dan berkomunikasi dengan erat dengan para pemegang kunci keputusan.
5)
Pendekatan yang Responsif (Responsive Approach)
Merupakan
pendekatan yang berbeda dengan empat pendekatan sebelumnya dilihat dari
perspektif dalam usulan evaluasi dan metode pencapaiannya. Evaluasi ini mencari
pengertian suatu isu dari berbagai sudut pandang dari semua orang yang
terlibat, yang berminat, dan yang berkepentingan dengan program. Evaluator juga
mengadopsi pendekatan yang bermacam-macam dalam penelitiannya dan dalam masalah
mencari tahu dinamika organisasi. Ciri-cirinya adalah evaluasi responsif
merupaka penelitian yang kualitatif, naturalistik, bukan kuantitatif.
6)
Goal Free Evaluation
Penjelasannya sebagai berikut,
terkadang evaluator hanya berfokus pada tujuan program dalam melakukan
evaluasi. Pada kenyataanya, tujuan suatu program terkadang hanya merupakan
formalitas dan jarang menunjukkan tujuan yang sebenarnya, atau tujuan berubah. Scriven percaya bahwa fungsi evalusi
bebas tujuan adalah untuk mengurangi bias dan menambah objektivitas.
4.1.2.1
Konsep dalam Evaluasi
Ada beberapa konsep dalam evaluasi seperti yang
diungkapkan oleh Farida Yusuf. Konsep tersebut adalah evaluasi formatif dan
evaluasi sumatif serta evaluasi internal dan evaluasi eksternal. Untuk penjelasannya
adalah sebagai berikut.
1.
Evaluasi Formatif dan Sumatif
Evaluasi
formatif merupakan evaluasi yang dilakukan selama program berjalan untuk
memberikan informasi yang berguna untuk perbaikan program. Sedangkan evaluasi
sumatif dilakukan pada akhir program untuk memberi informasi kepada konsumen
yang potensial tentang manfaat atau kegunaan program.
Evaluasi
formatif mengarah kepada keputusan tentang perkembangan program termasuk
perbaikan, revisi, dan semacam itu. Sedang evaluasi sumatif mengarah ke arah
keputusan tentang kelanjutan program, berhenti atau program diteruskan,
pengadopsian dan selanjutnya.
2.
Evaluasi Interntal dan Evaluasi Eksternal
berdasarkan
namanya dapat dibedakan bahwa evaluasi internal dikakukan evaluator dari dalam
program, dan evaluasi eksternal dilakuakn evaluator dari luar program.
Tabel
berikut menyajikan perbedaan antara evaluasi formatif dan evaluasi sumatif
serta hubungannya denga evaluasi internal dan eksternal.
Berdasarkan konsep evaluasi tersebut diatas, maka dalam penelitian ini
menggunakan konsep evaluasi sumatif dan evaluasi eksternal. Hal ini dikarenakan
evaluasi yang dilakukan oleh penulis dilakukan setelah program berakhir, dan
penulis merupakan evaluator dari luar program. Model evaluasi yang digunakan
adalah model Evaluasi CIPP (Context, Input, Process, Product).
4.1.2.2
Model Evaluasi CIPP
(Context, Input, Process, Product)
Model Evaluasi CIPP
diperkenalkan oleh Daniel Stufflebeam, seorang ahli yang mengusulkan pendekatan
yang berorientasi kepada pemegang keputusan. Penulis memilih model ini karena
bersifat lebih komprehensif dibandingkan dengan model evaluasi lainnya. Berikut
ini adalah pembahasan tentang komponen yang disebut CIPP.
1)
Context Evaluation to
Serve Planning Decission.
Konteks
evaluasi ini membantu merencanakan keputusan, menentukan kebutuhan yang akan
dicapai oleh program, dan merumuskan tujuan program. Lebih luas Suharsimi Arikunto dan Cepi Safrudin
menjelaskan bahwa, evaluasi konteks adalah upaya untuk menggambarkan dan
merinci lingkungan kebutuhan yang tidak terpenuhi, populasi dan sampel yang
dilayani, dan tujuan proyek.
2)
Input Evaluation,
Structuring Decision
Evaluasi
ini menolong mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif
apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai kebutuhan. Bagaimana
prosedur kerja untuk mencapainya. Jadi evaluasi ini mempertimbangkan kemampuan
atau kondisi awal institusi untuk melaksanakan sebuah program.
Kondisi
awal yang dimaksud meliputi latar belakang pelaksana program dalam hal ini
adalah penyuluh dan pembina kelompok tani, minat petani sebagai objek daari
program PRIMATANI dan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung program.
3)
Process Evaluation,
to serve implementing decision
Evaluasi proses untuk membantu mengimplementasikan
keputusan. Sampai sejauh mana rencana telah diterapkan? Apa yang harus
direvisi? Dengan begitu prosedur dapat dimonitor, dikontrol, dan diperbaiki.
Dalam evaluasi ini akan mencoba melihat apakah pelaksanaan program PRIMATANI
telah sesuai dengan rencana atau belum.
4)
Product Evaluation,
to serve recycling decision
Evaluasi produk bertujuan untuk melihat apakah hasil pelaksanaan
program telah sesuai dengan apa yang diharapkan atau belum. Hasil yang dimaksud
dapat berupa hasil secara kuantitatif, kualitatif serta pengaruhnya terhadap
kesejahteraan masyarakat.
Telah diungkapkan diatas bahwa penulis memilih model ini
karena dirasa sesuai dengan informasi apa yang ingin diperoleh oleh penulis.
Dengan model evaluasi CIPP maka
informasi yang diperoleh diharapkan dapat bersifata menyeluruh. Tabel berikut
memaparkan prosedur pengumpulan data kualitatif yang digunakan selama proses
evaluasi.
4.1.2.3
Konsep Pertanian
Pertanian merupakan kebudayaan yang pertama kali
dikembangkan manusia sebagai respons terhadap tantangan kelangsungan hidup yang
berangsur menjadi sukar karena semakin menipisnya sumber pangan di alam bebas akibat
laju pertumbuhan menusia.
Sedangkan yang dimaksud dengan ilmu
pertanian
adalah kelompok ilmu pengetahuan terapan yang mempelajari
segala aspek biologis, sosiobudaya dan bisnis yang berkaitan dengan kegiatan
usaha manusia dalam rangka meningkatkan pemanfaatan kekayaan alam hayati
melalui proses produksi atau usaha ekstraksi selektif, untuk memenuhi
perkembangan kebutuhan manusia dengan memperhatikan keseimbangan ekologi dan
kelestarian produktivitas alam.
Tujuan utama dari pertanian pada umumnya adalah untuk
memenuhi kebutuhan manusia akan pangan. Kegiatan pertanian ini meliputi
kegiatan pembudidayaan tanam dan ternak, baik yang berkaitan dengan aspek
fisik, ekonomi dan kelembagaan sosial kelembagaan yang berhubungan dengan
pemecahan masalah-masalah pertanian dalam arti luas.
Untuk memenuhi kebutuhan manusia akan pangan yang semakin
meningkat, maka kegiatan pertanian harus dilakukan secara berkelanjutan.
Pertanian berkelanjutan merupakan pertanian yang dapat mengarahkan pemanfaatan
oleh manusia lebih besar, efisiensi penggunaan sumberdaya lahan lebih besar dan
seimbang dengan lingkungan, baik dengan manusia maupun dengan hewan. Selanjutnya Dumenski (1994) menyatakan bahwa
pengelolaan berkelanjutan akan memperhatikan dan memadukan teknologi yang
mencakup empat pilar utama,
yaitu:
a. Melindungi lingkungan,
b. Secara ekonomi sangat produktif dan layak,
c. Secara sosial diterima, dan
d. Mengurangi resiko
Kegiatan atau aktivitas pemenuhan akan kebutuhan pangan
tidak cukup hanya dilakukan dengan usaha pertanian, namun lebih luas meliputi
kegiatan yang disebut dengan agribisnis. Menurut Tjakrawerdaya (1996) “agribisnis
secara umum mengandung pengertian sebagai keseluruhan operasi yang terkait
dengan aktivitas untuk menghasilkan dan mendistribusikan input produksi,
aktivitas untuk produksi usaha tani, untuk pengolahan dan pemasaran”.
Atas dasar acuan pengertian seperti ini maka aktivitas
agribisnis tidak hanya berorientasi pada produksi sebagaimana pertanian
tradisional. Kegiatan agribisnis tidak hanya meliputi konteks pemenuhan
kebutuhan, tetapi juga dalam rangka memperoleh nilai tambah yang lebih besar
sehingga kegiatan yang meliputi agroindustri dan pemasaran menjadi sangat
penting.
Subsistem agribisnis seperti yang diungkapkan oleh Wibowo
(1994) meliputi:
1. Subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi,
teknologi dan pengembangan sumberdaya pertanian,
2. Subsistem produksi pertanian atau usaha tani,
3. Subsistem pengolahan hasil-hasil pertanian atau
agroindustri,
4. Subsistem pemasaran hasil-hasil pertanian
Penggunaan teknologi pertanian dan pengembangan sumberdaya pertanian
merupakan salah satu fokus utama yang sedang dikembangkan di Indonesia.
4.1.2.4
Konsep Program PRIMATANI
4.1.2.4.1
Makna Program PRIMATANI
Program Rintisan Akselerasi Pemasyarakatan Teknologi
Pertanian atau yang disebut dengan PRIMATANI merupakan suatu program yang
digerakkan oleh Badan Litbang Pertanian. Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan
berarti terobosan pembuka, pelopor atau inisiatif, penyampaian dan penerapan
inovasi kepada dan oleh masyarakat luas.
Pertama, PRIMATANI haruslah dipandang sebagai langkah
inisiatif Badan Litbang Pertanian untuk mengatasi masalah kebuntuan atau
kelambanan dalam penerapan inovasi teknologi yang dihasilkan secara luas oleh
masyarakat pertanian sekaligus memperpendek waktu (lag period) yang dibutuhkan
mulai dari penciptaan inovasi teknologi sampai pada penerapan oleh pengguna.
Kedua, PRIMATANI hanyalah tindakan pembuka atau pelopor. Ini berarti bahwa
keterlibatan Badan Litbang hanyalah sementara waktu. Pembinaan PRIMATANI
haruslah sesegera ungin dilepaskan kepada masyarakat dan pemerintah setempat.
Dengan demikian, pengembangan PRIMATANI dilaksanakan dengan prinsip ”bangun,
operasikan, dan serahan (BOS) / build, operate, and transfer (BOT).
Program PRIMATANI diharapkan dapat mempercepat adopsi
teknologi pertanian diseluruh Indonesia. Atas dasar ini Badan Litbang
menetapkan beberapa wilayah yang menjadi fokus binaan untuk adopsi teknologi
yang dikembangkan. Jadi tidak semua wlayah di Indonesia mendapat binaan dari
Badan Litbang, namun ada wilayah-wilayah tertentu sesuai dengan kriteria yang
menjadi fokus serta laboratorium lapangan bagi Badan Litbang.
Program PRIMATANI sendiri menganut paradigma Research for Development atau penelitian untuk pembangunan.
Sebelumnya PRIMATANI menganut paradigma Research
and Development yang dapat diartikan penelitian dan pembangunan. Dengan
paradigma baru ini orientasi kerja Badan Litbang adalah menghasilkan inovasi
teknologi untuk digunakan sebagai mesin penggerak pembangunan di bidang
pertanian.
4.1.2.4.2
Strategi Program PRIMATANI
Dipandang dari segi pelaksanaan kegiatan penelitian dan
pengembangan, PRIMATANI merupakan wahana untuk pelaksanaan penelitian dan
pengembangan partisipatif dalam rangka mewujudkan penelitian dan pengembangan
berorientasi konsumen/pengguna (consumer oriented reasearch and development).
Dilihat dari segi pelaksanaan kegiatan diseminasi, PRIMATANI merupakan wahana
untuk menghubungkan secara langsung Badan Litbang Pertanian sebagai penyedia
teknologi secara komersial maupun lembaga-lembaga pelayanan penunjang
pembangunan sehinga adopsi teknologi yang dihasilkan Badan Libang Pertanian,
setidaknya dalam tahapan rintisan atau percontohan. Rintisan atau percontohan
ersebut diharapkan akan menjadi titik awal difusi masal teknologi inovatif yang
dihasilkan Badan Litbang Pertanian.
Strategi yang digunakan PRIMATANI menurut Paulus C. Paat
dan Arnold C. Turang adalah sebagai berikut.
a.
Menerapkan teknologi
inovatif tepat guna melalui penelitian dan pengembangan partisipatif (Participatory Research and Development)
berdasarkan paradigma Penelitian untuk Pembangunan.
b.
Membangun model
percontohan sistem dan usaha agribisnis progresif berbasis teknologi inovatif
dengan mengintegrasikan sistem inovasi dengan sistem agribisnis.
c.
Mendorong proses difusi
dan replikasi model percontohan teknologi inovatif melalui ekspose dan
demonstrasi lapang, diseminasi informasi, advokasi serta fasilitasi.
d.
Basis pengembangan
dilaksanakan berdasarkan wilayah agroekosistem dan kondisi sosial ekonomi
setempat.
Keempat strategi tersebut mempunyai maksud bahwa program PRIMATANI
berfungsi sebagai “pancingan” untuk daerah-daerah yang menjadi binaannya
sehingga program yang diterapkan dapat diadopsi dan dikembangkan secara mandiri
oleh masyarakat.
4.1.2.4.3
Tujuan Program PRIMATANI
Tujuan utama PRIMATANI
adalah untuk mempercepat waktu, meningkatkan kadar, dan memperluas prevalensi
adopsi teknologi inovatif yang dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian serta
untuk memperoleh umpan balik mengenai karakteristik teknologi tepat guna spesifik
pengguna dan lokasi, yang merupakan informasi esensial dalam rangka mewujudkan
peneliatian dan pengembangan berorientasi kebutuhan pengguna. Dengan perkataan
lain, PRIMATANI dirancang berfungsi ganda , sebagai modus diseminasi dan
sekaligus sebagai laboratorium lapang penelitian dan pengembangan Badan Litbang
Pertanian dengan tujuan:
a.
PRIMATANI sebagai modus diseminasi hasil-hasil penelitian
dan pengembangan :
1) Merancang serta memfasilitasi penumbuhan dan pembinaan
percontohan sistem dan usaha agribisnis berbasis pengetahuan dan teknologi
inovatif .
2) Membangun pengadaan sistem teknologi dasar (antara lain
benih dasar, prototipe alat/mesin pertanian, usaha pasca panen skala komersial)
secara luas dan desentralistik.
3) Menyediakan informasi, konsultasi dan sekolah lapang
untuk pemecahan masaalah melalui penerapan inovasi pertanian bagi praktisi
agribisnis.
4) Memfasilitasi dan meningkatkan kemampuan masyarakat dan
pemerintah setempat untuk melanjutkan pengembangan pembinaan percontohan sistem
dan usaha agribisnis berbasis pengetahuan dan teknologi mutakhir secara
mandiri.
b.
PRIMATANI sebagai laboratorium lapang penelitian dan
pengembangan pertanian :
1) Melaksanakan kaji terap untuk mengevaluasi dan
menyempurnakan kinerja komersial teknologi sumber yang telah dihasilkan Badan
Litbang Pertanian.
2) Melaksanakan penelitian untuk pengembangan teknologi
tepat guna secara partisipatif, bersama-sama dengan para sasaran pengguna
langsung teknologi tersebut.
3) Mengungkapkan preferensi dan perilaku konsumen teknologi
sebagai dasar dalam merancang arsiktektur teknologi tepat guna untuk dijadikan
sebagai sasaran penelitian dan pengembangan
4.2
Tinjauan Normatif yang Relevan Dengan Fenomena
Sebagaimana
tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945 alinea ke empat
bahwa:
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu
Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial
Jelas dikatakan bahwa salah satu tujuan dibentuknya
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial, bahwa warga negara dikatakan sejahtera apabila salah
satunya adalah dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri.
Pemberdayaan
masyarakat melalui program PRIMATANI merupakan salah satu upaya untuk
mengembangkan kemampuan masyarakat sehingga dapat menjalankan fungsi sosialnya.
Pemberdayaan masyarakat sesuai dengan konsideran Undang-Undang Nomor 32 tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah merupakan salah satu metode percepatan
terwujudnya kesejahteraan masyarakat yang harus dilakukan dan didukung oleh
pemerintah daerah.
bahwa dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan,
pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya
saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan,
keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia
Kabupaten Lumajang sebagai daerah otonom mempunyai
kewajiban untuk melaksanakan program pemberdayaan sesuai dengan yang
diungkapkan diatas. Program PRIMATANI sendiri merupakan salah satu program
lanjutan Kementerian Pertanian seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri
Pertanian Nomor : 16/Permentan/OT.140/2/2008 tentang Pedoman Umum Pengembangan
Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP).
Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30
Tahun 2012 tentang Pembiayaan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
yang berbubyi:
Pasal 5
Kegiatan
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang dibiayai meliputi:
a. perencanaan
dan penetapan;
b. pengembangan;
c. penelitian;
d. pemanfaatan;
e. pembinaan;
f. pengendalian;
g. pengawasan;
h. sistem
informasi; dan
i. perlindungan
dan pemberdayaan Petani
Maka Program PRIMATANI dapat dikategorikan sebagai
kegiatan perlindungan lahan pertanian, karena konsep dari program PRIMATANI
meliputi berbagai kegiatan seperti yang diungkapkan dalam pasal 5 (lima)
diatas. Dengan demikian maka pembiayaan program ini dibebankan kepada pemerintah,
pemerintah Provinsi, dan pemerintah Kabupaten/ Kota. Hal ini seirama dengan
yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 50/
Permentan/CT.140/8/2012 tentang Pengembangan Kawasan Pertanian, bahwa biaya
yang digunakan untuk program pengembangan kawasan pertanian berasal dari
pemerintah melalui dana APBN, APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota. Dana dari
pemerintah bersifat trigger (pengungkit)
yang diharapkan dikembangkan oleh masyarakat dan dunia usaha.
Program PRIMATANI merupakan program yang secara teknis
dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian melalui Badan Litbang, dan Pemerintah
Provinsi serta Kabupaten/ Kota sebagai pendukung. Sehingga secara teknis
pelaksanaan program ini diatur melalui Peraturan Menteri Pertanian. Kabupaten
Lumajang belum mengeluarkan peraturan yang mengatur secara teknis baik
pembiayaan maupun pola pembinaannya.